Jumat, 20 Januari 2012

mioma uteri

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Mioma Uteri merupakan jenis tumor uterus yang paling sering. Disangka bahwa 20% dari wanita berumur 35 tahun menderita myoma uteri walaupun tidak disertai gejala.
Neoplasma jinak ini berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal istilah fibromamioma, leiomioma ataupun fibroid.
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma Uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Setelah menopause kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh. DiIndonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Diharapkan mampu melakukan Asuhan Kebidanan yang tepat.
1.2.2 Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu melakukan:
1. Pengkajian
2. Identifikasi
3. Menentukan antisipasi masalah potensial
4. Identifikasi kebutuhan segera
5. Rencana Asuhan Kebidanan disertai rasionalisasi dan implementasi
6. Melaksanakan intervensi sesuai kebutuhan
7. Mengevaluasi keefektifan Asuhan Kebidanan yang telah diberikan


1.3 Pelaksanaan
Pelaksanaan praktek lapangan dilakukan pada tanggal 13 november 2006 di RSAL Dr. Ramelan Surabaya.

1.4 Sistematika Penulisan
- Halaman Judul
- Lembar Pengesahan
- Kata Pengantar
- Daftar isi
- Bab I Pendahuluan
- Bab II Tinjauan Teori
- Bab III Tinjauan Kasus
- Bab IV Penutup
- Daftar Pustaka


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat sehingga dalam kepustakaan disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroit.
(Kapita Selekta Kedokteran, 2001: 387)
2.2 Sifat Umum
Merupakan jenis tumor yang paling sering. Disangka bahwa 20% dari wanita berumur 35 tahun menderita mioma uteri , walaupun tidak disertai gejala.
Miomia uteri tidak pernah terjadi setelah monopause, bahkan yang adapun biasanya mengecil bila mendekati masa menopause. Bila mioma uteri bertambah besar pada masa postmenopouse, harus difikirkan kemungkinan terjadinya degenerasi maligna (sarcoma).
Sering juga disebut fibroid walaupun asalnya dari jaringan otot. Dapat bersifat tunggal atau ganda dan mencapaiukuran besar (100 pon). Konsistensi keras, dengan batas kapsul yang jelas, sehingga dapat dilepaskan dari sekitarnya.
Penampangnya berbentuk “Whorl like trabeculation yang khas” (seperti konde)
(Ginekologi: 154)
2.3 Lokalisasi
- Cervikal
- Corporal
Cervikal lebih jarang, tetapi jika mencapai ukuran besar dapat menekan kandung kencing, menyebabkan gangguan miksi.Jika secara teknik, operasinya lebih sukar.

2.4 Jenis
2.4.1 Mioma Submucosa (5%)
Tumbuhnya tepat dibawah endometrium. Paling sering menyebabkan perdarahan yang banyak, sehingga memerlukan histerektomi, walaupun ukurannya kecil. Adanya miomia submocosa dapat dirasakan sebagai suatu “airet bump” (benjolan waktu kuret). Kemungkinan terjadi degenerasi sarcoma juga lebih besar pada jenis ini. Sering mempunyai tangkai yang panjang sehingga menonjol melalui serviks atau vagina disebut sebagai mioma submucosa bertangkai yang dapat menimbulkan “Myomgeburt” sering mengalami nekrose atau ulcerasi.
2.4.2 Interstitial atau Intramural.
Terletak pada miometrium. Kalau besar atau multipel dapat menyebabkan pembesaran uterus dan berbenjol-benjol.
2.4.3 Subcerosa atau Subperitoneal.
Letaknya dibawah tunica serosa. Kadang-kadang vena yang ada dipermukaan pecah dan menyebabkan perdarahan intra abdominal. Kadang-kadang mioma serosa timbul diantara dua ligamentum latum, merupakan miomia intraligamenter yang dapat menekan ureter dan A-Iliaca. Ada kalanya tumor ini mendapat vascularisasi yang lebih banyak dari omentum sehingga lambat laun terlepas dari uterus. Miomia subserosa yang bertangkai dapat mengalami torsi.
2.5 Etiologi dan Histogenesis
Etiologi belum jelas tetapi asalnya disangka dari sel-sel otot yang belum matang. Disangka bahwa estrogen mempunyai peranan penting, tetapi dengan teori ini sukar diterangkan apa sebabnya pada seorang wanita estrogen dapat menyebabkan miomia, sedang pada wanita lain tidak , padahal kita ketahui bahwa estrogen dihasilkan oleh semua wanita. Juga pada beberapa wanita dengan mioma dapat terjadi ovulasi, yang menghasilkan progesteron yang sifatnya anti estrogenic. Percobaan binatang dengan penyuntikkan estrogen dapat menimbulkan tumor mioma uterus tetapi sifatnya agak berbeda dengan myoma biasa.
(Ginekologi: 157)
2.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tergantung letak mioma, besarnya, perubahan sekunder dan komplikasi serta hanya terdapat pada 35-50% penderita. Manifertasi klinis digolongkan menjadi:
Perdarahan abnormal yaitu dismenorhea, menoragi, hidroureter.
Rasa nyeri
Gejala dan tanda penekanan, seperti retensio urine, hidronefosis, hidroureter
Abortus spontan
Infertilitas
(Kapita Selekta Kedokteran, 2001:289)
2.7 Gejala Sekunder
 Anemia
 Lemah
 Pusing-pusing
 Sesak nafas
 Vibroid heart, sejenis degenerasi myocard yang dulu disangka berhubungan dengan myoma uteri. Sekarang anggapan ini disangkal.
 Erythrocytosis pada myoma yang besar.
(Ginekologi:159)
2.8 Perubahan Sekunder
2.8.1 Atrofi
Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.
2.8.2 Degenerasi Hialin
Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan stuktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
2.8.3 Degenerasi Kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruang-ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar dan dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor susah dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
2.8.4 Degenerasi membantu (Calcireous Degeneration)
Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut, oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam dapur pada sarang mioma maka mioma akan menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rongent.
2.8.5 Degerasi Merah (Carneous Degeneration)
Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis diperkirakan karena suatu nekrosis sub akut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen himosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.
2.8.6 Degenerasi Lemak
Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
(Ilmu Kandungan, 1999: 340)
2.9 Pemeriksaan Penunjang
- USG Abdominal dan transvaginal.
- Laparoskopi
(Kapita Selekta Kedokteran, 2001: 287)
2.10 Komplikasi
2.10.1 Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarcoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histology uterus yang telah diangkat. Kecurigaan kegansan uterus apabila mioma uteri cepat membesar apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
2.10.2 Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan dimana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum.
(Ilmu Kandungan, 1999:340)
2.11 Diagnosis
Palpasi Abdomen
Kadang-kadang adanya mioma dapat diduga dengan pemeriksaan luar, sebagai tumor yang keras, bentuk tidak teratur, gerakan bebas, tidak sakit. Biasanya letak tumor ditengah-tengah.
Pemeriksaan Bimanuil
Dilakukan bila pemeriksaan belum jelas terutama pada wanita gemuk dan nerveus. Kadang-kadang perlu anastesi. Corpus Uteri tidak dapat teraba sendiri.
Histerografi atau Histeroscopi
Sondage
Cavum Uteri besar dan tidak rata.
(Ginekologi ;160)


2.12 Diagnosis Banding
Kehamilan, inversion uteri, adenomiosis, cariocarsinoma, Carcinoma Corpus uteri, kista ovarium, sarcoma uteri.
(Kapita Selekta, 2001:387)
2.13 Penatalaksanaan / Terapi
2.13.1 Konservatif dengan pemeriksaan periodic.
Bila seorang wanita dengan mioma mencapai menopause, biasanya tidak mengalami keluhan, bahkan dapat mengecil, oleh karena itu sebaiknya mioma pada wanita premenopause tanpa gejala diobservasi saja. Bila mioma besarnya sebesar kehamilan 12-14 minggu apalagi disertai pertumbuhan yang cepat sebaiknya segera dioperasi, walaupun tidak ada gejala atau keluhan. Sebabnya mioma yang besar, kadang-kadang memberikan kesukaran pada operasi. Pada masa postmenopause, mioma biasanya tidk memberikan keluhan. Tetapi bila ada pembesaran pada masa postmenopause dicurigai kemungkinan keganasan (sarcoma).
2.13.2 Radioterapi
 Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi (bedrisk patiens).
 Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 3 bulan.
 Bukan jenis submukosa.
 Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rectum.
 Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapt menyebabkan menopause.

Jenis Radioterapi:
 Radium dalam cavum uteri
 X-ray pada ovaria (castrasi)

2.13.3 Operasi
Miomektomi dilakukan bila masih diinginkan keturunan.
Syaratnya dilakukan kuretase dahulu, untuk menghilangkan kemungkinan keganasan.
Kerugian:
- melemahkan dinding uteri
- rupture uteri pada waktu hamil
- menyebabkan perlekatan
- residitif
Histerektomi
Dilakukan pada: - mioma yang besar
- multipel
Pada wanita muda sebenarnya ditinggalkan 1 atau ke-2 ovarium, maksudnya untuk:
- menjaga agar tidak terjadi menopause sebelum waktunya
- menjaga gangguan coronair atau arteriosclerosis umum.
Sebaiknya dilakukan histerektomi totalis, kecuali bila keadaan tidak mengizinkan, dapat dilakukan histerektomi supravaginalis. Untuk menjaga kemungkinan keganasan pada tupul serviks, sebaiknya dilakukan pap smear pada waktu tertentu.
Pemberian GnRH agonis selama 6 minggu
Estrogen untuk pasien setelah menopause dan observasi setiap 6 bulan
(Ginekologi :161)
2.14 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah bantuan yang diberikan oleh bidan kepada individu pasien atau klien yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara:
- Bertahap dan sistematis
- Melalui suatu proses yang disebut manajemen kebidanan

PERSALINAN INDUKSI

DEFINISI Induksi partus adalah satu upaya agar persalinan mulai berlangsung sebelumatau sesudah kelahiran cukup bulan dengan jalan merangsang (stimulasi) timbulnyahis.Dalam ilmu kebidanan ada kalanya satu kehamilan terpaksa diakhiri karenaadanya sesuatu indikasi. Indikasi dapat datang dari sudut kepentingan hidup ibu danatau janin. Hasil induksi partus bergantung pula pada keadaan serviks, sebaliknyainduksi partus dilakukan pada serviks yang sudah atau mulai matang (Ripe ataufavourable) dimana serviks sudah lembek, dengan effacement sekurang-kurangnya50% dan pembukaan serviks satu jari.(Rustam mochtar-1998) NILAI PELVIS (PELVIC SCORE) Sebelum melakukan induksi hendaknya lakukan terlebih dahulu pemeriksaan dalamguna memberikan kesan tentang keadaan serviks, bagian terbawah janin dan panggul.Hasil pemeriksaan dicatat dan disimpulkan dalam suatu tabel nilai pelvis.Selanjutnya dapat kita ikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut:1.Apabila skor di atas 5, pertama-tama lakukan amniotomi. Bila 4 jamkemudian tidak terjadi kemajuan persalinan, berikan infus oksitosin.2.Apabila skor di bawah 5, ketuban dibiarkan intak, berikan infuse oksitosin.Setelah beberapa lama perjalanan, nilai pelvis dinilai kembali.a.Bila skor di atas 5, lakukan amniotomi b.Bila skor di bawah 5, oksitosin tetes di ulangic.Bila setelah 2-3 kali, serviks belum juga matang segera lakukan amniotomi(Rustam.M -1998) INDIKASI 1.Penyakit hipertensi dalam kehamilan termasuk pre-eklamsi dan eklamsi2.Postmaturitas3.Ketuban pecah dini4.Kematian janin dalam kandungan5.Diabetes melitus, pada kehamilan 3 minggu6.Rhesus antagonismus7.penyakit ginjal berat8.Hidramnion yang besar (berat)9.cacat bawaan seperti anensefalus10.keadaan gawat janin atau gangguan pertumbuhan janin11.Primigravida12.Perdarahan ante partum13.Indikasi non medis : sosial dan ekonomi dan sebagainya(Harry Oxorn - 1996) KONTRA INDIKASI 1.Disproporsi sefalo-pelvik 2.Ibu menderita penyakit jantung berat3.Hati-hati pada bekas operasi atau uterus yang cacat seperti pada bekas seksiosesarea, miomektomi yang luas dengan ekstensif.(Harry Oxorn - 1998) CARA INDUKSI PARTUS Indikasi partus dapat dilakukan dengan cara:1.Cara kimiawi ( chemical)2.Cara mekanis3.Cara kombinasi mekanis dan kimiawi(Harry Oxorn - 1998

Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Posted by dwixhikari pada 23 Maret 2010 Teknik Relaksasi Nafas Dalam Oleh : Niken Jayanthi, S.Kep A. Pengertian Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2002). B. Tujuan Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi napas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan. C. Prosedur teknik relaksasi napas dalam menurut Priharjo (2003) Bentuk pernapasan yang digunakan pada prosedur ini adalah pernapasan diafragma yang mengacu pada pendataran kubah diagfragma selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi. Adapun langkah-langkah teknik relaksasi napas dalam adalah sebagai berikut : 1) Ciptakan lingkungan yang tenang 2) Usahakan tetap rileks dan tenang 3) Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan 1,2,3 4) Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan ekstrimitas atas dan bawah rileks 5) Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali 6) Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara perlahan-lahan 7) Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam 9) Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri 10) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang 11) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali. 12) Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal dan cepat. D. Faktor-faktor yang mempengaruhi teknik relaksasi napas dalam terhadap penurunan nyeri Teknik relaksasi napas dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri melalui mekanisme yaitu : 1) Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemic. 2) Teknik relaksasi napas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin (Smeltzer & Bare, 2002) 3) Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat Relaksasi melibatkan sistem otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu. Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi sistem syaraf otonom yang merupakan bagian dari sistem syaraf perifer yang mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi, akan merangsang syaraf simpatis sehingga menyebabkan vasokostriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri. DAFTAR PUSTAKA Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan medikal bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih Bahasa : Agung waluyo. Jakarta. EGC. Priharjo, R. (2003). Perawatan nyeri. Jakarta. EGC.

KONTRASEPSI SUNTIK

Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma.

Di Indonesia sejak zaman dulu telah dipakai obat dan jamu yang maksudnya untuk mencegah kehamilan. Di Indonesia keluarga berencana modren mulai dikenal pada tahun 1953. Pada waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan, dan tokoh masyarakat telah mulai membantu masyarakat memecahkan masalah-masalah pertumbuhan penduduk.1 Secara ringkas, inovasi teknologi kontrasepsi dimulai dengan cara sederhana seperti kondom, pil KB, suntik, susuk dan akhirnya cara yang sangat mantap yaitu kontrasepsi pembedahan seperti tubektomi dan vasektomi. Pengertian Keluarga Berencana (KB) menurut UU No. 10 th 1992 adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Program KB secara Nasional berkaitan erat dengan program Nasional di bidang kesehatan, karena program KB Nasional bersifat mendukung dan mempunyai sasaran serupa dengan program kesehatan.

Program Keluarga Berencana Nasional memberikan arahan kebijakan untuk meningkatkan kualitas penduduk melalui pegendalian kelahiran, memperkecil angka kematian dan peningkatan kualitas program KB. Program Keluarga Berencana (KB) salah satunya KB suntik pada dasarnya kurang berhasil yang dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, tingkat pengetahuan ibu, sikap, jumlah anak, dukungan suami. Salah satu yang mempengaruhi kurangnya kepatuhan pemakaian KB suntik salah satunya tingkat pengetahuan ibu, sikap dan faktor pendukung lainnya, dimana sikap yang positif tentang KB diperlukan pengetahuan yang baik, demikian sebaliknya bila pengetahuan kurang maka kepatuhan menjalani program KB suntik juga akan berkurang.

I. DEFINISI Kontrasepsi suntikan progestin
adalah mencegah terjadinya kehamilan dengan cara disuntik intra muskuler yang berdaya kerja 3 bulan dan tidak membutuhkan pemakaian setiap hari atau setiap akan mengandung hormon progesteron dan tidak mengganggu produksi ASI. Kontraspsi suntik adalah alat kontrasepsi berupa cairan, yang hanya berisi hormone progesterone disuntikkan ke dalam tubuh wanita secara periodic. Kotrasepsi suntik adalah alat kontasepsi yang disuntikan ke dalam tubuh dalam jangka waktu tertentu, kemudian masuk ke dalam pembuluh darah diserap sedikit demi sedikit oleh tubuh yang berguna untuk mencegah timbulnya kehamilan. Kontrasepsi suntik digunakan adalah noretisteron Enentat, Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA), cyclofem.salah satu kontrasepsi modern yang sering digunakan DMPA yang berisi depro medroksi progerteron asetat sebanyak 150 mg dengan guna 3 bulan.

II. KLASIFIKASI
Tersedia 2 jenis kontrasepsi suntikan yang hanya mengandung progestin, yaitu:
1. Depo Medroksi Progesteron Asetat (DMPA),
mengandung 150mg DMPA yang diberikan tiap 3 bulan dengan cara disuntik Intro Muskuler (di daerah bokong). Depo provera atau depo metroxy progesterone asetat adalah satu sintesa progestin yang mempunyai efek seperti progesterone asli dari tubuh wanita. Obat ini dicoba pada tahun 1958 untuk mengobati abortus habitualis dan endometriosis ternyata pada pengobatan abortus habitualis seringkali terjadi kemandulan setelah kehamilan berakhir. Depo provera sebagai obat kontrasepsi suntikan ternyata cukup manjur dan aman dalam pelayanan keluarga berencana. Anggapan bahwa depo provera dapat menimbulkan kanker pada leher rahim atau payudara pada wanita yang mempergunakannya, belum didapat bukti-bukti yang cukup tegas, bahkan sebaliknya.
2. Depo Nonsterat Enontat
(Depo Nonsterat) yang mengandung 200mg noratin dion anontat, diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik intra muskuler. Norigest adanah obat yang disuntikkan (secara Depot). 1 ampul Norigest berisi 200 mg Norethindore enenthate dalam larutan minyak. Larutannya merupakan campuran benzyl benzoate dan castor oil dalam perbandingan 4:6. Efek kontrasepsinya terutama mencegah masuknya sperma melalui lender cervix. Sesudah pengobatan dihentikan, keadaan fertilitas biasanya kembali dalam waktu beberapa minggu. Karena pada beberapa kasus mungkin akan terjadi perdarahan-perdarahan yang atypis, maka perlu diberitahukan terlebih dahulu kepada setiap calon akseptor akan kemungkinan hal ini. 3. Kontrasepsi Kombinasi (Depo estrogen-progesteron ) Jenis suntikan kombinasi ini terdiri dari 25 mg Depo Medroksiprogesteron Asetat dan 5 mg Estrogen Sipionat.

III. CARA KERJA
Secara umum kerja dari KB suntik adalah:
• Mencegah ovulasi, kadar progestin tinggi sehingga menghambat lonjakan luteinizing hormone (LH) secara efektif sehingga tidak terjadi ovulasi. Kadar follicle-stimulating hormone (FSH) dan LH menurun dan tidak terjadi lonjakan LH (LH Surge). Menghambat perkembangan folikel dan mencegah ovulasi. Progestogen menurunkan frekuensi pelepasan (FSH) dan (LH) .
• Lendir serviks menjadi kental dan sedikit, mengalami penebalan mukus serviks yang mengganggu penetrasi sperma. Perubahan – perubahan siklus yang normal pada lendir serviks. Secret dari serviks tetap dalam keadaan di bawah pengaruh progesteron hingga menyulitkan penetrasi spermatozoa.
• Membuat endometrium menjadi kurang layak atau baik untuk implantasi dari ovum yang telah di buahi, yaitu mempengaruhi perubahan-perubahan menjelang stadium sekresi, yang diperlukan sebagai persiapan endometrium untuk memungkinkan nidasi dari ovum yang telah di buahi. • Menghambat transportasi gamet dan tuba, mungkin mempengaruhi kecepatan transpor ovum di dalam tuba fallopi atau memberikan perubahan terhadap kecepatan transportasi ovum (telur) melalui tuba.

IV. EFEKTIVITAS
Jenis kontrasepsi ini pada dasarnya mempunyai cara kerja seperti pil. Untuk suntikan yang diberikan 3 bulan sekali, memiliki keuntungan mengurangi resiko lupa minum pil dan dapat bekerja efektif selama 3 bulan.
Efek samping biasanya terjadi pada wanita yang menderita diabetes atau hipertensi. Efektif bagi wanita yang tidak mempunyai masalah penyakit metabolik seperti diabetes, hipertensi, trombosis atau gangguan pembekuan darah serta riwayat stroke. Tidak cocok buat wanita perokok. Karena rokok dapat menyebabkan peyumbatan pembuluh darah. Kedua kontrasepsi suntik tersebut memiliki efektivitas yang tinggi, dengan 0,3 kehamilan per 100 perempuan tiap tahun. Asal penyuntikan dilakukan secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Tersedia suntik 1 bulan (estrogen + progesteron) dan 3 bulan (depot progesteron, tidak terjadi haid). Cukup praktis tetapi karena memasukkan hormon sekaligus untuk 1 atau 3 bulan, orang yang sensitif sering mengalami efek samping yang agak berat. Kontrasepsi suntikan mengandung hormon sintetik. Penyuntikan ini dilakukan 2-3 kali dalam sebulan. Suntikan setiap 3 bulan *(Depoprovera)*, setiap 10 minggu *(Norigest)*, dan setiap bulan *(Cyclofem)*. Salah satu keuntungan suntikan adalah tidak mengganggu produksi ASI. Pemakaian hormon ini juga bisa mengurangi rasa nyeri dan darah haid yang keluar. Sayangnya, bisa membuat badan jadi gemuk karena nafsu makan meningkat. Kemudian lapisan dari lendir rahim menjadi tipis sehingga haid sedikit, bercak atau tidak haid sama sekali. Perdarahan tidak menentu. Tingkat kegagalannya hanya 3-5 wanita hamil dari setiap 1.000 pasangan dalam setahun.

V. KEUNTUNGAN
a. Sangat efektif , karena mudah digunakan tidak memerlukan aksi sehari hari dalam penggunaan kontrasepsi suntik ini tidak banyak di pengaruhi kelalaian atau faktor lupa dan sangat praktis.
b. Meningkatkan kuantitas air susu pada ibu yang menyusui, Hormon progesteron dapat meningkatkan kuantitas air susu ibu sehingga kontrasepsi suntik sangat cocok pada ibu menyusui. Konsentrasi hormon di dalam air susu ibu sangat kecil dan tidak di temukan adanya efek hormon pada pertumbuhan serta perkembangan bayi.
c. Efek samping sangat kecil yaitu tidak mempunyai efek yang serius terhadap kesehatan.
d. Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
e. Penggunaan jangka panjang
f. Sangat cocok pada wanita yang telah mempunyai cukup anak akan tetapi masih enggan atau tidak bisa untuk dilakukan sterilisasi.
g. Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai menopause h. Membantu mencegah kehamilan ektopik dan kanker endometrium

VI. KEKURANGAN
Ini Dapat mengalami perdarahan bercak di luar siklus haid atau justru haid manjadi jarang. Setelah Anda berhenti menyuntik, mungkin butuh waktu beberapa bulan untuk kembali pada siklus biasa. Jarang terjadi perdarahan yang banyak, tidak dapat haid, perlu suntikan ulangan teratur, perlu control atau kunjungan berkala untuk evaluasi.

VII. EFEK SAMPING
1. Gangguan haid seperti: • Siklus haid yang memendek atau memanjang • Perdarahan yang banyak atau sedikit • Perdarahan tidak teratur atau bercak (spotting) • Tidak haid sama sekali atau amenorhoe
2. Klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan (harus kembali untuk jadwal suntikan berikutnya)
3. Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu, harus menunggu sampai masa efektifnya habis (3 bulan)
4. Berat badan bertambah umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1 kg sampai 5 kg dalam tahun pertama. Pertambahan berat badan tidak jelas. Tampaknya terjadi karena bertambahnya lemak tubuh. Hipotesa para ahli ini diakibatkan hormon merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak daripada biasanya.
5. Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan IMS, hepatitis B dan virus HIV
6. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian pemakaian bukan karena terjadinya kerusakan atau kelainan pada organ genitalia, melainkan karena belum habisnya pelepasan obat suntikan dari deponya (tempat suntikan).
7. Pada penggunaan jangka panjang yaitu diatas 3 tahun penggunaan dapat: o Menurunkan kepadatan tulang o Menimbulkann kekeringan pada vagina o Menurunkan libido.
8. Keluhan- keluhan lainnya berupa mual, muntah, sakit kepala, panas dingin, pegal-pegal, nyeri perut dan lain-lain.

VIII. INDIKASI
Indikasi pemakaian kontrasepsi suntik antara lain jika klien menghendaki pemakaian kontrasepsi jangka panjang, atau klien telah mempunyai cukup anak sesuai harapan, tapi saat ini belum siap. Kontrasepsi ini juga cocok untuk klien yang menghendaki tidak ingin menggunakan kontrasepsi setiap hari atau saat melakukan sanggama, atau klien dengan kontra indikasi pemakaian estrogen, dan klien yang sedang menyusui. Klien yang mendekati masa menopause, atau sedang menunggu proses sterilisasi juga cocok menggunakan kontrasepsi suntik. Indikasi pemakaian suntikan kombinasi :
1. Usia reproduksi (20-30 tahun)
2. Telah memiliki anak, ataupun yang belum memiliki anak
3. Ingin mendapatkan kontrasepsi dengan efektifitas yang tinggi
4. Menyusui ASI pasca persalinan lebih dari 6 bulan
5. Pasca persalian dan tidak menyusui
6. Anemia
7. Nyeri haid hebat
8. Haid teratur
9. Riwayat kehamilan ektopik
10. Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi

IX. KONTRA INDIKASI
1. Hamil atau dicurigai hamil (reaksi cacat pada janin > 100.000 kelahiran)
2. Ibu menginginkan haid teratur
3. Menyusui dibawah 6 minggu pasca persalinan
4. ibu yang menderita sakit kuning (liver),
5. kelainan jantung,
6. varises (urat kaki keluar),
7. Hipertensi (tekanan darah tinggi)
8. kanker payudara atau organ reproduksi,
9. Menderita kencing manis (DM). Selain itu, ibu yang merupakan perokok berat, sedang dalam persiapan operasi.
10. Sakit kepala sebelah (migrain) merupakan kelainan-kelainan yang menjadi pantangan penggunaan KB suntik ini.
11. Perdarahan saluram genital yang tidak terdiagnosis.
12. Penyakit arteri berat di masa lalu atau saat ini
13. Efek samping serius yang terjadi pada kontrasepsi oral kombinasi yang bukan disebabkan oleh estrogen
14. Adanya penyakit kanker hati
15. Depresi berat. (Everent,2007)

X. WAKTU MULAI PENGGUNAAN :
A. Waktu Mulai Menggunakan Kontrasepsi Suntikan Progestin Adapun waktu mulai menggunakan kontrasepsi suntikan progestin adalah sebagai berikut:
a. Mulai hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid.
b. Pada ibu yang tidak haid, injeksi pertama dapat diberikan setiap saat, asalkan saja ibu tersebut tidak hamil. Selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual.
c. Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin mengganti dengan kontrasepsi suntikan. Bila ibu telah menggunakan kontrasepsi hormonal sebelumnya secara benar, dan ibu tersebut tidak hamil, suntikan pertama dapat segera diberikan. Tidak perlu menunggu sampai haid berikutnya datang.
d. Bila ibu sedang menggunakan jenis kontrasepsi jenis lain dan ingin menggantinya dengan jenis kontrasepsi suntikan yang lain lagi, kontrasepsi suntikan yang akan diberikan dimulai pada saat jadwal kontrasepsi suntikan sebelumnya.
e. Ibu yang menggunakan kontrasepsi non hormonal dan ingin menggantinya dengan kontrasepsi hormonal, suntikan pertama kontrasepsi hormonal yang akan diberikan dapat segera diberikan, asal saja ibu tersebut tidak hamil, dan pemberiannya tidak perlu menunggu haid berikutnya datang. Bila ibu disuntik setelah hari ke 7 haid, ibu tersebut selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual.
B. Suntikan pertama dapat diberikan dalam waktu 7 hari siklus haid. Tidak diperlukan kontrasepsi tambahan.
a. Bila suntikan pertama diberikan setelah haid ke 7 siklus haid, tidak boleh melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan metode kontrasepsi yang lain selama masa waktu 7 hari.
b. Bila Ibu tersebut pasca persalinan 6 bulan, menyusui, serta belum haid, suntikan pertama dapat diberikan, asal saja dapat dipastikan tidak hamil
c. Bila pasca persalinan > 6 bulan, menyusui, serta telah mendapat haid, maka suntikan pertama diberikan pada siklus haid hari 1 dan 7.
d. Bila pasca persalinan<6 bulan dan menyusui, jangan diberikan suntikan kombinasi.
e. Pasca keguguran suntikan suntikan kombinasi dapat segera diberikan atau dalam waktu 7 hari
f. Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin mengganti dengan kontrasepsi suntikan. Bila ibu telah menggunakan kontrasepsi hormonal sebelumnya secara benar, dan ibu tersebut tidak hamil, suntikan pertama dapat segera diberikan. Tidak perlu menunggu sampai haid berikutnya datang.
g. Bila ibu sedang menggunakan jenis kontrasepsi jenis lain dan ingin menggantinya dengan jenis kontrasepsi suntikan yang lain lagi, kontrasepsi suntikan yang akan diberikan dimulai pada saat jadwal kontrasepsi suntikan sebelumnya. Ibu yang menggunakan kontrasepsi non hormonal dan ingin menggantinya.
C. CARA PENGGUNAAN
a. Kontrasepsi suntik DMPA diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik intromuskuler dalam di daerah pantat. Apabila suntik diberikan setiap 90 hari pemberian kontrasepsi suntikan nonsterat untuk 3 injeksi berikutnya diberikan setiap 8 minggu mulai dengan injeksi kelima diberikan setiap 12 minggu.
b. Bersihkan kulit yang akan disuntik dengan kapas alkohol yang dibasahi oleh etil atau iso propil alkohol 60-90% biarkan kulit kering sebelum disuntik
c. Kocok dengan baik dan hindarkan terjadinya gelembung-gelembung udara, kontrasepsi tidak perlu di dinginkan. Bila terdapat endapan putih pada dasar vial, upayakan menghilangkannya dengan cara menghangatkannya.
D. PERINGATAN BAGI AKSEPTOR
a. Setiap terlambat haid harus dipikirkan adanya kemungkinan kehamilan.
b. Nyeri abdomen bawah yang berat, kemungkinan gejala kehamilan ektopik tergantung.
c. Timbulnya abses atau perdarahan tempat injeksi.
d. Sakit kepala, migrain, sakit kepala berulang yang berat/kaburnya penglihatan.
e. Peredarahan berat yang 2x lebih panjang dari masa haid atau 2 kali lebih banyak dalam waktu 1 periode masa haid.

Tips Praktis Mengenali Plasenta Previa

________________________________________ Oleh : Dr. Dito Anurogo | 25-Mei-2008, 14:58:57 WIB Sinonim Plasenta previa, placenta previa, placenta praevia. Definisi 1. Implantasi plasenta di bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim. 2. Kondisi dimana telur yang telah dibuahi (the fertilized egg) menjadi tertanam (implanted) di bagian bawah uterus, yang berarti bahwa plasenta terletak melewati (lies across) serviks dan dapat terpisah/tidak lagi melekat (detached) selama masa kelahiran bayi/bersalin (childbirth) dan dapat menyebabkan kerusakan otak pada bayi. 3. Pregnancy in which the placenta is implanted in the lower part of the uterus (instead of the upper part); can cause bleeding late in pregnancy; delivery by cesarean section may be necessary. Varian Plasenta Previa Plasenta previa melibatkan implantasi plasenta di atas mulut serviks bagian dalam (internal cervical os). Berbagai varian termasuk: 1. Implantasi lengkap di atas mulut atau complete implantation over the os (complete placenta previa) 2. Sebagian tepi plasenta menutupi mulut atau a placental edge partially covering the os(partial placenta previa) 3. Plasenta mencapai perbatasan atau the placenta approaching the border of the os(marginal placenta previa). 4. Plasenta letak rendah atau a low-lying plasenta berimplantasi di caudad setengah sampai sepertiga dari uterus atau sekitar 2-3 cm dari mulut (os). Penyebab 1. Perdarahan (hemorrhaging), jika berhubungan dengan kehamilan (labor), dapat sekunder ke dilatasi serviks dan gangguan (disruption) implantasi plasenta dari servikas dan segmen bawah rahim (lower uterine segment). Segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dan oleh karenanya tidak dapat menekan/mempersempit (constrict) pembuluh darah di korpus uterus, menyebabkan perdarahan yang terus-menerus. 2. Usia lebih dari 35 tahun 3. Multiparitas 4. Pengobatan infertilitas 5. Multiple gestation (larger surface area of the placenta) 6. Erythroblastosis 7. Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya (prior uterine surgery) 8. Keguguran berulang (recurrent abortions) 9. Status sosioekonomi yang rendah 10. Jarak antarkehamilan yang pendek (short interpregnancy interval) 11. Merokok 12. Penggunaan kokain 13. Penyebab lainnya termasuk pemeriksaan dengan jari (digital exam), abruption (pre-eclampsia, hipertensi kronis, penggunaan kokain, dll) dan penyebab trauma lainnya (seperti: trauma postcoital). Faktor Predisposisi 1. Melebarkan pertumbuhan plasenta a. Kehamilan kembar (gemelli) b. Tumbuh kembang plasenta tipis 2. Kurang suburnya endometrium a. Malnutrisi ibu hamil b. Melebarnya plasenta karena gemelli c. Sering dijumpai pada grandemultipara 3. Terlambat implantasi a. Endometrium fundus kurang subur b. Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk blastula yang siap untuk nidasi. Patofisiologi Implantasi plasenta diprakarsai (initiated) oleh embrio (embryonic plate) menempel di uterus (cauda) bagian bawah. Dengan pertumbuhan dan penambahan plasenta, perkembangan plasenta dapat menutupi mulut plasenta (cervical os). Bagaimanapun juga, diperkirakan bahwa suatu vaskularisasi decidua (jaringan epitel endometrium) defective terjadi di atas (over) serviks, mungkin ini sekunder terhadap inflamasi atau perubahan atrofik. Per se, bagian plasenta yang sedang mengalami perubahan atrofik dapat berlanjut sebagai vasa previa. Sebagai penyebab penting perdarahan pada trimester ketiga, placenta previa memberikan gambaran sebagai perdarahan tanpa disertai rasa nyeri (painless bleeding). Perdarahan ini dipercaya memiliki hubungan dengan perkembangan segmen bawah rahim (the lower uterine segmen) pada trimester ketiga. Tambahan (attachment) plasenta terganggu (disrupted) karena daerah ini (segmen bawah rahim) menipis secara bertahap dalam rangka persiapan untuk permulaan kelahiran (the onset of labor). Saat ini berlangsung, maka perdarahan terjadi pada daerah implantasi/nidasi karena uterus tidak dapat berkontraksi dengan cukup kuat dan menghentikan aliran darah dari pembuluh darah yang terbuka. Thrombin yang dilepaskan dari area perdarahan memacu (promotes) kontraksi uterus dan timbulnya lingkaran setan (vicious cycle): perdarahan-kontraksi-pemisahan plasenta-perdarahan. Epidemiologi Di Amerika Serikat Plasenta previa terjadi pada 0,3-0,5% dari semua kelahiran. Ada peningkatan risiko sebesar 1,5 sampai 5 kali lipat jika disertai riwayat seksio sesarea (cesarean delivery). Dengan peningkatan jumlah kelahiran secara seksio sesarea, risiko ini dapat menjadi sebesar 10%. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kelahiran secara seksio sesarea sebelumnya tidak meningkatkan jumlah plasenta previa yang terdeteksi dengan ultrasonography pada trimester kedua. Bagaimanapun juga, rata-rata perpindahan plasenta yang diamati (observed) pada 28-36 minggu masa gestation (perkembangan embrio) dapat mengidentifikasi pasien yang lebih mungkin untuk melahirkan per vagina dengan resolution previa. Dari semua plasenta previa, frekuensi plasenta previa total (complete) sebesar 20-45%, plasenta previa parsial sekitar 30%, dan plasenta previa marginal sebesar 25-50%. Mortalitas/Morbiditas Faktor-faktor yang memengaruhi morbiditas dan risiko relatifnya: 1. Perdarahan antepartum: 10 2. Kebutuhan akan histerektomi: 33 3. Transfusi darah: 10 4. Septikemia: 5,5 5. Tromboflebitis: 5 Rata-rata mortalitas perinatal yang berhubungan dengan plasenta previa sebesar 2-3%. Mortalitas maternal sebesar 0,03% di Amerika Serikat. Ras Plasenta previa tidak memiliki predileksi untuk ras tertentu. Jenis Kelamin Plasenta previa hanya terjadi pada wanita hamil. Usia Risiko plasenta previa berhubungan dengan usia adalah sebagai berikut: 1. Usia 12-19 tahun - 1% 2. Usia 20-29 tahun – 0,33% 3. Usia 30-39 tahun - 1% 4. Usia di atas 40 tahun - 2% Gejala Klinis 1. Perdarahan tanpa disertai rasa sakit, yang terjadi pada trimester ketiga. 2. Sering terjadi pada malam hari saat pembentukan segmen bawah rahim. 3. Bagian terendah masih tinggi di atas pintu atas panggul (kelainan letak). 4. Perdarahan dapat sedikit atau banyak sehingga timbul gejala. Riwayat Penyakit (History of Disease) Gambaran klasik plasenta previa adalah perdarahan vagina tanpa disertai rasa sakit atau nyeri (painless vaginal bleeding). * Sekitar dua pertiga pasien menunjukkan gejala sebelum 36 minggu gestation, dengan setengah dari pasien ini menampakkan gejala sebelum 30 minggu gestation. * Perdarahan ini seringkali berhenti spontan dan kemudian terjadi lagi dengan kehamilan (labor). Pemeriksaan Fisik 1. Semua wanita hamil diluar trimester pertama yang mengalami perdarahan vagina memerlukan pemeriksaan speculum diikuti oleh diagnostic ultrasound, jika sebelumnya tidak ada konfirmasi riwayat plasenta previa. 2. Karena risiko perdarahan yang membahayakan kehidupan (provoking life-threatening hemorrhage), maka pemeriksaan dengan jari (a digital examination) mutlak dikontraindikasikan sampai plasenta previa di-exclude, dengan kata lain, terbukti tidak ada plasenta previa. 3. Monitoring aktivitas uterus mengungkapkan bahwa sekitar 20% pasien memiliki kontraksi yang bersamaan (concurrent/simultaneous) dengan perdarahan. Diagnosis Banding 1. Abruptio placentae (solusio plasenta) 2. Cervicitis (radang serviks) 3. Premature rupture of membranes 4. Preterm Labor (kehamilan preterm) 5. Vaginitis (radang vagina) 6. Vulvovaginitis (radang vulva dan vagina) Problem Lain yang Perlu Dipertimbangkan 1. Vasa previa 2. Laserasi (robekan) serviks atau vagina 3. Laserasi dinding samping vagina (vaginal sidewall laceration) 4. Miscarriage (spontaneous abortion) Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang 1. Meskipun kejadian coagulopathy jarang ditemukan, hitung darah lengkap dan trombosit (a complete blood count with platelets) dapat bermanfaat. 2. Profil disseminated intravascular coagulopathy (DIC) dengan prothrombin time (PT),activated partial thromboplastin time (aPTT), fibrinogen, dan fibrin split products dapat juga membantu. Imaging Studies 1. Studi yang paling bermanfaat dan paling murah adalah menggunakan transvaginalultrasonography yang akurasinya (ketepatannya) mencapai 100% dalam mengidentifikasi plasenta previa. 2. Sebagai alternatif dapat dipakai transabdominal ultrasonography yang akurasinya mencapai 95%; meskipun demikian, false-positive dan false-negative dapat berkisar antara 2% sampai 25%. Translabial sonography juga merupakan alternatif lainnya 3. MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi kehamilan yang disertai dengan plasenta akreta, plasenta inkreta, atau plasenta perkreta. Semua abnormalitas plasenta invasif ini lebih umum terjadi (misalnya, plasenta akreta terjadi pada 0,2% dari kehamilan) karena peningkatan pada persalinan sesarea, peningkatan usia ibu (advancing maternal age), hypertensive disease, merokok, dan kasus plasenta previa. Meskipun dalam banyak situasi, MRI tidak lagi lebih sensitif dalam mendiagnosis plasenta akreta dibandingkan dengan ultrasonography, MRI masih lebih unggul (superior) dalam menegakkan diagnosis posterior placenta accreta atau lebih invasif untuk plasenta inkreta dan plasenta perkreta. Untuk wanita dengan risiko tinggi untuk plasenta akreta, suatu protokol 2 tahap (2-step) yang pertama menggunakan ultrasonography dan kemudian MRI untuk kasus-kasus dengan inconclusive ultrasonographic features dapat menegakkan diagnosis dengan optimal dan akurat. Tes Lainnya 1. Evaluasi ultrasonografi janin (fetus) bermanfaat untuk mengidentifikasi usia dan berat perkembangan embrio terakhir (current gestational), kelainan kongenital potensial (potential congenital anomalies), malpresentation, dan bukti terjadinya fetal growth restriction. Evaluasi ultrasonografi juga direkomendasikan untuk mengidentifikasi insersi tali pusat (umbilical cord insertion) dan mengeluarkan/mengeksklusi (excluding) insersi velamentous. 2. Pemeriksaan dengan spekulum yang steril sebaiknya dilakukan untuk mengevaluasi ruptur membran pada fetus. Penatalaksanaan Medikamentosa Belum ada medikasi yang spesifik dan bermanfaat untuk pasien dengan plasenta previa. Tocolysis dapat dipertimbangkan secara hati-hati pada keadaan tertentu. Dukunglah, besarkanlah hati, dan berilah semangat pada pasien dengan plasenta previa untuk mempertahankan asupan (intake) zat besi dan asam folat sebagai safety margin terutama bila terjadi perdarahan. Sebagai tambahan, tocolytics dapat juga diberikan pada kasus-kasus perdarahan minimal dan extreme prematurity untuk memberikan kortikosteroid antenatal. Jika terjadi lebih dari satu episode perdarahan selama gestation (pada perkembangan dan pertumbuhan normal/viability atau lebih dari 24 minggu), maka dokter sebaiknya menyarankan pasien untuk mondok di rumah sakit (hospitalization) sampai melahirkan, mengingat ini berpotensi tinggi untuk terjadi solusio plasenta dan kematian janin (fetal demise). Tocolytics A. Manfaat Mencegah preterm labor atau kontraksi. B. Nama Obat Magnesium sulfat. C. Deskripsi Suplemen nutrisional pada total parenteral nutrition (hyperalimentation); kofaktor pada sistem enzim; terlibat dalam transmisi neurochemical dan muscular excitability. Pada dewasa, 60-180 mEq potassium, 10-30 mEq magnesium, dan 10-40 mEq fosfat per hari sangatlah penting untuk respon metabolik yang optimum. Berilah secara intravena (IV) atau intramuskular (IM) untuk profilaksis kejang pada preeklamsia. Gunakanlah jalur IV untuk onset kerja yang lebih cepat pada eklamsia sejati (true eclampsia). Hentikanlah pengobatan jika terjadi efek desired. Pengulangan dosis tergantung dari adanya reflek patela yang berlanjut dan fungsi pernafasan yang cukup (adequate). D. Dosis Dewasa Loading dose: 6 g IV di atas/lebih dari 20 menit; lalu 2-4 g/jam diteruskan infusion; aturlah untuk mengurangi kontraksi; jangan melebihi 4 g/jam. E. Kontraindikasi 1. Hypersensitivity 2. Heart block 3. Addison disease 4. Myocardial damage (kerusakan otot jantung) 5. Myasthenia gravis 6. Impaired renal function 7. Severe hepatitis (hepatitis berat) F. Perhatian! 1. Monitoring janin amat penting, karena dapat terjadi penurunan rata-rata jantung janin (fetal heart rate). 2. Keracunan (toxicity) magnesium pada ibu (maternal) dapat terjadi baik pada ekstrak (infusion) kadar tinggi maupun rendah. 3. Magnesium dapat merubah konduksi jantung, memicu terjadinya heart block pada pasien yang diberi obat digitalis/stimulan jantung yang kuat. 4. Monitorlah rata-rata pernafasan (respiratory rate), refleks tendon dalam (deep tendon reflex), dan fungsi ginjal (renal function) saat elektrolit diberikan/diresepkan parenteral. 5. Berhati-hatilah saat memberikan magnesium karena dapat menimbulkan hipertensi yang signifikan atau asistol. 6. Jika overdosis, berikanlah calcium gluconate (10-20 mL IV dari 10% solution) sebagai antidotum untuk hypermagnesemia yang signifikan secara klinis. Pembedahan (Surgical Care) Saju Joy, MD, MS, seorang asisten Profesor, Division of Maternal-Fetal Medicine, Department of Obstetrics and Gynecology, Wake Forest University School of Medicinebersama dengan Deborah Lyon, MD, Director, Division of Benign Gynecology, Associate Professor, Department of Obstetrics and Gynecology, University of Florida Health Science Center at Jacksonville menjelaskan teknik pembedahan pada plasenta previa sebagai berikut di bawah ini. (Sengaja kami kutip dalam bahasa Inggris untuk menghindari salah dalam interpretasi/penerjemahannya) The distance between the placental edge and internal cervical os on transvaginal ultrasonography after 35 weeks’ gestation is valuable in planning route of delivery. When the placental edge is greater than 2 cm from the internal cervical os, women can be offered a trial of labour with a high expectation of success. However, a distance of less than 2 cm from the os is associated with a higher cesarean rate, although vaginal delivery is still possible depending on the clinical circumstances. The timing of delivery is often driven by the patients history and an increased risk for bleeding with advancing gestation. Most authorities recommend delivery at 36-37 weeks' gestation after confirming fetal lung maturity via amniocentesis. However, if the fetal lung maturity testing is immature or is not available, then delivery is often scheduled for 38 weeks' gestation. Most often a low transverse uterine incision is used; however, a vertical uterine incision may be considered secondary to an anterior placenta and risk of fetal bleeding. If the patient is at increased risk for invasive placentation (accreta, increta, or percreta), then the patient and surgical team must be prepared prior to delivery. These invasive placentations carry a high mortality rate (7% with placenta accreta) as well as a high morbidity rate (blood transfusion, infection, adjacent organ damage). Cara untuk mengontrol perdarahan (hemorrhage): 1. Dengan teknik "predelivery placement of balloon catheters for angiographic embolization of pelvic vessels". Teknik ini efektif untuk mengurangi kehilangan darah pada cesarean hysterectomy. 2. B-Lynch or parallel vertical compression sutures. 3. Uterine artery ligation. 4. Hypogastric artery ligation. 5. Hysterectomy. Pada kasus placenta accreta kecil dan fokal, reseksi daerah implantasi dan perbaikan primer (primary repair) dapat memungkinkan pemeliharaan uterus (uterine preservation). Manajemen Umum Menurut Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba, Sp.OG. (2004), manajemen umum pada plasenta previa adalah sebagai berikut: a. Tergantung dari: 1. Keadaan umum penderita. 2. Jumlah perdarahan. 3. Keadaan janin intrauterin. b. Upaya preventif; 1. Memasang infus. 2. Menyiapkan transfusi darah. 3. Menyiapkan referal (rujukan) bila di Puskesmas. c. Diagnosis pasti: 1. Pemeriksaan ultrasonografi. 2. Pemeriksaan dalam di meja operasi. d. Bila dijumpai di Puskesmas, sebaiknya direferal (dirujuk) ke rumah sakit umum tipe C. e. Kejadian plasenta previa makin berkurang seiring dengan semakin diterimanya konsep Well Born Baby dan Well Health Mother. Komplikasi 1. Perdarahan (hemorrhage) diharapkan sekunder pada lemahnya kemampuan kontraksi (poor contractibility) pada segmen bawah rahim (lower uterine segment). Perencanaan persalinan dan pengendalian perdarahan sangatlah penting pada kasus plasenta previa seperti halnya pada placenta accreta, increta, dan percreta. 2. Kehamilan preterm (preterm delivery) 3. Congenital malformations 4. Letak janin abnormal (abnormal fetal presentation) 5. Solusio plasenta (placental abruption) 6. Hemostasis dapat ditentukan (established) dengan adanya: a. Oversewing the placental implantation site b. Ligasi bilateral uterine artery c. Ligasi arteri iliaka interna d. Circular interrupted ligation di sekitar segmen bawah rahim baik di atas dan dibawah insisi transverse e. Packing dengan kain kasa (gauze) atau tamponading dengan Bakri balloon catheter f. B-lynch stitch (jahitan B-lynch) g. Cesarean hysterectomy Prognosis 1. Lima puluh persen wanita dengan plasenta previa memiliki kehamilan (delivery) preterm. 2. Kasus-kasus tersebut dipersulit dengan perdarahan vagina dan extreme prematurity yang dapat meningkatkan risiko kematian perinatal. 3. Insiden malformasi janin (fetal malformation) yang lebih besar dan hambatan pertumbuhan (growth restriction) haruslah diwaspadai pada kasus plasenta previa. Pencegahan Belum ada guidelines untuk mencegah plasenta previa. Bagimanapun juga, bila Anda mengalami plasenta previa, lakukanlah hal-hal berikut ini untuk mencegah terjadinya perdarahan: 1. Selalu cek kondisi kandungan secara rutin dan teratur. 2. Beristirahatlah, hiduplah secara teratur. 3. Ketahuilah langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan jika terjadi kontraksi atau perdarahan. 4. Jangan bekerja terlalu keras (terlalu memaksakan diri). 5. Jangan lupa berdoa kepada Tuhan YME. Tahukah Anda? Periode perinatal (perinatal period) yaitu: 1. Waktu sebelum dan sesudah proses bersalin (dari minggu ke-28 setelah konsepsi/pembuahan sampai minggu pertama setelah melahirkan). 2. Terjadi selama periode melhirkan (5 bulan sebelum dan 1 bulan sesudah). Banyak terminologi medis di dalam bahasa Inggris untuk menyatakan abortus atau aborsi, yaitu: 1. miscarriage, 2. abortion, 3. termination of pregnancy, 4. stillbirth, 5. spontaneous abortion, 6. a natural loss of the products of conception. Bacaan Lebih Lanjut 1. Bhide A, Prefumo F, Moore J, et al. Placental edge to internal os distance in the late third trimester and mode of delivery in placenta praevia. BJOG. Sep 2003;110(9):860-4. \ 2. Butler EL, Dashe JS, Ramus RM. Association between maternal serum alpha-fetoprotein and adverse outcomes in pregnancies with placenta previa. Obstet Gynecol. Jan 2001;97(1):35-8. 3. Comstock CH, Love JJ, Bronsteen RA, et al. Sonographic detection of placenta accreta in the second and third trimesters of pregnancy. Am J Obstet Gynecol. Apr 2004;190(4):1135-40. 4. Creasy RK, Resnik R, Clark SL. Placenta previa and abruptio placentae. In: Creasy RK, Resnik R, eds. Maternal-Fetal Medicine. 4th ed. Philadelphia, Pa: WB Saunders; 1999:616-21. 5. Cunningham FG, MacDonald PC. Obstetrical hemorrhage. In: Cunningham FG, Gilstrap LC, Gant NF, Leveno KJ, Hauth JC, Wenstrom KD, eds. Williams Obstetrics. 20th ed. New York, NY: McGraw-Hill; 1997:755-60. 6. Faiz AS, Ananth CV. Etiology and risk factors for placenta previa: an overview and meta-analysis of observational studies. J Matern Fetal Neonatal Med. Mar 2003;13(3):175-90. 7. Gabbe SJ, Benedetti TJ. Obstetric hemorrhage. In: Gabbe SJ, Niebyl JR, Simpson JL, eds. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. 3rd ed. New York, NY: Churchill Livingstone; 1996:510-5. 8. Gilliam M, Rosenberg D, Davis F. The likelihood of placenta previa with greater number of cesarean deliveries and higher parity. Obstet Gynecol. Jun 2002;99(6):976-80. 9. Harma M, Gungen N, Ozturk A. B-Lynch uterine compression suture for postpartum haemorrhage due to placenta praevia accreta. Aust N Z J Obstet Gynaecol. Feb 2005;45(1):93-5. 10. Hwu YM, Chen CP, Chen HS, Su TH. Parallel vertical compression sutures: a technique to control bleeding from placenta praevia or accreta during caesarean section. BJOG. Oct 2005;112(10):1420-3. 11. Laughon SK, Wolfe HM, Visco AG. Prior cesarean and the risk for placenta previa on second-trimester ultrasonography. Obstet Gynecol. May 2005;105(5 Pt 1):962-5. 12. Miller DA, Chollet JA, Goodwin TM. Clinical risk factors for placenta previa-placenta accreta. Am J Obstet Gynecol. Jul 1997;177(1):210-4. 13. Mustafa SA, Brizot ML, Carvalho MH, et al. Transvaginal ultrasonography in predicting placenta previa at delivery: a longitudinal study. Ultrasound Obstet Gynecol. Oct 2002;20(4):356-9. 14. Oppenheimer L, Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada. Diagnosis and management of placenta previa. J Obstet Gynaecol Can. Mar 2007;29(3):261-73. 15. Ornan D, White R, Pollak J, Tal M. Pelvic embolization for intractable postpartum hemorrhage: long-term follow-up and implications for fertility. Obstet Gynecol. Nov 2003;102(5 Pt 1):904-10. 16. Oyelese Y, Smulian JC. Placenta previa, placenta accreta, and vasa previa. Obstet Gynecol. Apr 2006;107(4):927-41. 17. Predanic M, Perni SC, Baergen RN, Jean-Pierre C, Chasen ST, Chervenak FA. A sonographic assessment of different patterns of placenta previa "migration" in the third trimester of pregnancy. J Ultrasound Med. Jun 2005;24(6):773-80. 18. Usta IM, Hobeika EM, Musa AA, Gabriel GE, Nassar AH. Placenta previa-accreta: risk factors and complications. Am J Obstet Gynecol. Sep 2005;193(3 Pt 2):1045-9. 19. Ward CR. Avoiding an incision through the anterior previa at cesarean delivery. Obstet Gynecol. Sep 2003;102(3):552-4. 20. Warshak CR, Eskander R, Hull AD, Scioscia AL, Mattrey RF, Benirschke K. Accuracy of ultrasonography and magnetic resonance imaging in the diagnosis of placenta accreta. Obstet Gynecol. Sep 2006;108(3 Pt 1):573-81. 21. Weinstein A, Chandra P, Schiavello H, Fleischer A. Conservative management of placenta previa percreta in a Jehovah's Witness. Obstet Gynecol. May 2005;105(5 Pt 2):1247-50. 22. Wu S, Kocherginsky M, Hibbard JU. Abnormal placentation: twenty-year analysis. Am J Obstet Gynecol. May 2005;192(5):1458-61. 23. Manuaba IBG. 2004. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi. Edisi 2. EGC: Jakarta.Hlm.87-88. 24. Peter Collin Publishing. 1999. Electronic Dictionary of Medicine v1.0. Software. 25. Princeton University. WordWeb 3.01. 2003. Software. 26. Setiawan E. 2007. Kamus 2.03, An English-Indonesian and Indonesian-English Dictionary. Freeware. 27. Beers MH, Berkow R. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy. 17th ed. Hoboken, NJ: John Wiley & Sons; 1999. 28. March of Dimes website. Available at:http://www.marchofdimes.com/printableArticles/188_1132.asp 29. National Library of Medicine, Medline Plus website. Available at:http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000900.htm 30. http://www.beliefnet.com/healthandhealing/getcontent.aspx?cid=1524 31. www.ramanathans.com/Peripartum%20Hemorrhage.htm Keterangan Gambar: Total placenta previa - the placenta completely covers the cervix. Sumber Gambar: http://www.chw.org/display/PPF/DocID/23205/router.asp

Hak Reproduksi Wanita

Pemikiran mengenai hak-hak reproduksi wanita merupakan perkembangan dari konsep hak asasi manusia. Konsep hak asasi manusia itu sendiri dibagi dalam dua ide dasar, pertama bahwa setiap manusia lahir dengan hak-hak individu yang terus melekat dengannya. Dan kedua, bahwa hak-hak tiap manusia hanya dapat dijamin dengan ditekankannya kewajiban masyarakat dan negara untuk memastikan kebebasan dan kesempatan dari anggota-anggotannya untuk memperoleh dan melaksanakan kebebasan asasinya tersebut. Selain bergulir dari hak asasi manusia, konsep hak reproduksi juga berkembang sebagai bentuk reaksi terhadap berbagai pandangan yang membahas hubungan laju pertumbuhan penduduk dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam banyak cukup kasus, kebijakan dalam hal pengendalian pertumbuhan penduduk berhubungan dengan pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak reproduksi wanita. Sehingga dalam pembuatan kebijakan program harus disesuaikan dengan perspektif hak reproduksi wanita. Sebelum berlanjut kepada kebijakan, mari kita lihat apa itu kesehatan reproduksi. Berdasarkan Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo tahun 1994, kesehatan reproduksi diartikan sebagai keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsi serta proses-prosesnya. Oleh karena itu kesehatan reproduksi berarti orang dapat menikmati kehidupan seksual yang memuaskan dan aman. Dan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk bereproduksi serta kebebasan untuk menentukan apakah mereka mau, kapan dan berapa anak yang diinginkan. Seperti telah diungkapkan di atas, bahwa kondisi reproduksi sehat dapat tercapai bila masyarakat dan negara dapat memberikan perhatian dan penghormatan terhadap pemenuhan kebutuhan dan hak-hak reproduksi. Hak reproduksi yang dimaksud adalah : Hak bagi setiap pasangan dan individu untuk secara bebas dan bertanggung jawab menentukan jumlah anak, selang waktu dan kapan melahirkan Hak untuk mendapatkan informasi dan sarana untuk mewujudkannya Hak untuk memperoleh standar kesehatan seksual dan reproduksi tertinggi. Hak untuk mengambil keputusan tentang reproduksi tanpa diskriminasi,tanpa tekanan dan kekerasan. Saat ini Isu kedudukan dan posisi sosial dalam masyarakat masih menomorsatukan kepentingan dan persfektif pria. Keharusan untuk menggunakan kontasepsi masih ditangan wanita, pengasuhan anak yang menjadi tanggung jawab pihak wanita, Adanya marjinalisasi kepentingan wanita, dan tidak kekerasan terhadap wanita. Pada faktanya kejadian tersebut terefleksikan dengan masih sangat tingginya Angka Kematian Ibu, serta masih tingginya angka morbiditas seperti kondisi anemia pada wanita. Beberapa hal yang membuktikan tidak dihormatinya integritas tubuh dan hak-hak wanita untuk mengelola, mengatur dan mengendalikan aspek reproduksi sendiri diantaranya pendekatan kuantitatif menyebabkan direkrutnya sebanyak mungkin wanita sebagai pengguna kontrasepsi, menjadi suatu pendekatan yang secara sengaja tidak diarahkan pada pemberdayaan dan pengembangan kesadaran masyarakat tidak adanya upaya untuk menyediakan pilihan kontrasepsi yang memadai, yang menyebabkan wanita mau tidak mau menggunakan kontrasepsi yang mungkin tidak sesuai dengan kondisinya dengan berbagai efek samping yang merugikan wanita tidak adanya upaya untuk memperhatikan dan menyediakan kualitas pelayanan yang baik, mulai dari tidak diberikannya informasi yang lengkap dan akurat tentang metode kontrasepsi sampai pada tidak adanya pelayanan bagi pengguna untuk menangani masalah yang timbul. Seharusnya Pelayanan Kesehatan Reproduksi harus memenuhi standar minimal sebagai berikut (Hardon dkk, 1997): penyediaan pilihan kontrasepsi untuk pria dan wanita penyediaan metode-metode yang dikendalikan oleh pemakai seperti pil dan metode rintangan (barriers) seperti kondom penyediaan metode yang temporer dan permanen penyediaan metode hormonal dan non hormonal penyediaan pilihan kontrasepsi aman untuk wanita yang sedang menyusui penyediaan metode-metode yang digunakan setelah hubungan seks seperti kontrasepsi darurat, pengaturan menstruasi dan aborsi. Bila kita perhatikan, standar minimal tersebut menjelaskan beberapa prinsip, yakni : bahwa pria dan wanita sama-sama bertanggung jawab atas pengendalian fertilitas dan masalah kesehatan reproduksi pada umumnya bahwa individu, pria dan wanita, harus mengambil keputusan dan tanggung jawab sendiri atas kesehatan reproduksinya, tidak diatur atau dikendalikan oleh pihak-pihak lain bahwa individu, pria dan wanita berhak atas alternatif-alternatif pilihan metode yang cocok dan dirasakan terbaik baginya. Untuk itulah perlu kebijakan kependudukan yang sungguh-sungguh bertujuan untuk tercapainya kondisi reproduksi sehat bagi pria dan wanita sebagai subjek. bukan kebijakan yang mengejar target kuantitatif untuk pengendalian laju pertumbuhan penduduk. Upaya memberikan perhatian kepada masalah hak asasi manusia termasuk pula didalamnya hak reproduksi wanita, sangat perlu mensosialisasikan pandangan social entitlement yaitu bahwa negara memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk memastikan dihapuskannya diskriminasi terhadap wanita Dalam rangka menyusun kebijakan kependudukan yang pro terhadap hak reproduksi wanita, perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut : wanita harus menjadi subjek bukan objek dari kebijakan pembangunan terutama kebijakan pembangunan kependudukan. Wanita dapat membuat keputusan yang bertanggung jawab untuk dirinya sendiri, keluarganya dan masyarakat kebijakan kependudukan harus didasarkan pada prinsip penghormatan pada intergritas seksual dan ketubuhan anak wanita dan wanita. Wanita memiliki hak untuk menentukan kapan, seperti apa, mengapa, dengan siapa, dan bagaimana mengungkapkan seksualitasnya. Semua wanita, tanpa memandang umur, status kawin dan kondisi sosial lain memiliki hak atas informasi dan pelayanan yang diperlukan untuk menjalankan hak-hak dan tanggung jawab reproduksinya pria juga memiliki tanggung jawab personal dan sosial atas tingkah laku seksual dan fertilitasnya, dan atas dampak tingkah laku mereka pada kesehatan serta kesejahteraan pasangan dan anak-anak. hubungan seksual dan hubungan sosial antara wanita dan pria harus dilaksanakan melalui prinsip kesetaraan, keadilan, tanpa paksaan, saling hormat, dan tanggung jawab hak-hak dasar seksual dan reproduksi wanita tidak dapat dianggap kurang penting (berlawanan dengan kehendak wanita tersebut) bila dibandingkan dengan kepentingan pasangan, anggota-anggota keluarga, kelompok-kelompok etnis, lembaga-lembaga agama, petugas kesehatan, peneliti, pengambil keputusan, negara maupun pihak-pihak lain Atas dasar itulah maka sudah saatnya kita meningkatkan partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi, supaya wanita tidak menjadi objek lagi dalam urusan KB dan Kesehatan Reproduksi. Disamping itu supaya wanita memiliki kesetaraaan dan keadilan serta berbagi tanggung jawab dengan pasangannya dalam urusan KB dan Kesehatan Reproduksi, yang pada akhirnya Hak Reproduksi Wanita terlindungi. (Farida Ekasari. Sumber : Menghapus Diskriminasi : Memberikan Perhatian Pada Kesehatan dan Hak Reproduksi Perempuan, Kristi Poerwandari, M. Hum).

Cara Kerja Jantung

Cara Jantung Mendistribusikan Darah Jika jantung adalah organ yang bertugas mendistrinbusikan darah dan zat-zat yang terkandung di dalam darah kepada semua angota dan organ tubuh lalu bagaimana jantung memperoleh “jatah “ darah agar dia mampu untuk melaksakan tugasnya siang malam / Meskipum jantung mengandung sejumlah besar darah yang kaya dengan gas oksigen di dalam empat buah ruang (kamar) nya, namun jantung adalah organ yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab, sehingga dia tidak aa mencuri sedikitpun darh yang terdapa di dalam dirinya sendiri untuk kepentingan”pribadi” Jantung bertanggung jawab penuh atas suplai makanannya kepada beberapa pembuluh khusus untuk dirinya. Pembuluh darah khusus ini dinamakan dengan pembulu koroner / utama (Coronary Vessels). Pembuluh darah ini mempunyai peran dan fungsi yang khusus yang disebut dengan “peran koroner/ utama”. Dalam pembulh darah ini, terdapat pembuluh darah koroner sebelah kanan da kiri yang bercabang dari pembuluh aorta yang menyuplai makanan ke jantung. Merekam Detak Jantung Aktivitas elektrik jantung yang memberikan perintah kepada otat-ototnya untuk berkontraksi sangat mungkin untuk direkam. Hal itu dapat dilakukan denga menggunakan suatu perangkat yang dinamakan dengan perangkat pengukur detak elektrik jantung (ECG). Konsep alat tersebut adalah memindah gelombang- gelombang jantung tersebut dengan menggunakan elektrode-elektrode logam yang diletakan di atas permukaan kulit luar menuju piranti yang akan membesarkannya. Pemuluh – Pembuluh Darah (Blood Vessels) Tubuh manusia mengandung sekitar 60.000 mill pemuluh darah untuk mengirimkan dan mendistribusikan darah kepada seluruh sel – sel yang ada di dalam tubuh dalam setiap sisi dan sudutnya.Bagaimana bisa pembuluh darah yang demikian panjang bisa diletakan didalam tubuh yang maximal panjangnya tidak melebii dua meter ? Tidak diragukan lagi, hal ini menunjukan atas rancangan arsitektur yang mengagumkan, dan hanya kekuasaan luar biasa yang mampu merancangnya.Tubuh juga mengandung tiga jenis pembuluh darah, yaitu: 1. Pembuluh darah arteriole (Arteries). 2. Pembuluh darah halus (Venis). 3. Pembuluh darah rambut / kapiler Capillaries). Arteriole, pembuluh jenis ini adalah pembuluh darah yang membawa darah yang kaya gas oksigen, dari jantung menuju seluruh sel – sel dalam tubuh. Semakin jauh arteriole meninggalkan jantung,maka bentuknya akan semakin kecil (Arteriols), sampai akhirnya mencapai bentuk rambut halus (sangat kecil) dan hamper tidak dapat dilihat tanpa bantuan alat (mikroskop). Arteriole pada bagian dalamnya menyimpan bentuk lapisan sel yang sangat halus (Smoot Muscle ) yang selalu mengembang dan menyusut. Kemudian arteriole berusaha untuk terus memompa dan menyempurnakan aliran darah, dari jantung sampai seluruh jaringan tubuh lainnya. Kemampuan berkontraksi ini adalah betuk pertanggung jawaban untuk selalu menjaga ukuran tekanan darah secara normal. Lapisan tengah arteriole juga mengandung serat – sera elastis (Elastic Fibre) yang membantu arteriole memanjang pada saat jantung memmompanya dengan sejumlah besar darah sehingga mampu memuatnya. Sedangkan arteriole yang besar menagandung sejumlah serat – serat elastis kasar yang sangat banyak. Semakin mengecil bentuk arteriole maka akan semakin sedikit pula daya tampung serat elastisnya serta akan bertambah kadar serat ototnya. Lapisan luar yang menutupi arteriole mengandung suatu jaringan serabt yang berkumpul menjadi satu, tugas utamanya adalah menjaga bentuk pembukuh arah tersebut . selain itu, serabut pembuluh juga berada di sekelilingnya. Apabila terjadi kelemahan di dinding arteriole, maka serabut pembuluh akan terbelah menjadi dua dan memmbentuk gelembung atau sejenis balon yang dinamakan dengan Aneurysm(pembengkakan pembuluh darah atau gondok nadi) dn menjadi hamper terbelah. Pembuluh darah halus (Veins) adalah suatu urat yang menjadi pembuluh darah dan bertugas membawa darah daru organ – organ tubuh dan perangkat – perangkatnya menuju jantung . semua pembuluh halus tersebt membawa darah yang kaya dengan gas karbon dioksida dan kurang gas oksigennya (selian empat pembuluh darah halus paru – paru). Oleh karena itu, akan tampak warna darah urat pembuluh dar yang kehijauan. Dinding urat pembuluh darah tersebut tidaklah mengandung banyak serat otot sebagaimana yang banyak terdapat pada arteriole. Cara Darah Mengalir Dalam Pembuluh Darah Darah yang mengalir didalam arteriole tergantung pada kekuatan kontraksi jantung dan daya pompanya. Selai itu, aliran darah tersebut akan selalu dijaga oleh kontraksi dinding arterilole yang mengandung serat otot dalam jumlah yang besar. Maka bagaimanaka jka darah berjalan didalam pembuluh darah halus (veins) sedangkan dindingnya sangat kekurangan sel – sel otot?Pada prinsipnya, pengaturan aliran dan pergerakan darah dalam vein berpegangan pada dua factor penting, yaitu: 1. Katup – katup yang berada di dalam urat pembuluh darah. Katup – katup ini “mempersilahkan” darah untuk menuju satu arah dan tidak akan “memperkenalkan” darah untuk mengalir dengan arah yang berlawanan. Bagaimanakah darah dapat mengalir menuju jantung dan melawan arah gerak gaya gravitasi jika katup – katup tersebut tidak terdapat dalam vein da dan perut besar? 2. Kontraksi otot – otot yang mengelilingi vein. Pada saa otot – otot yang berada didekat vein berkontraksi , bergerak, berjalan, dan melakukan aktivitas olahraga, maka akan mendorong dan menjaga darah yang ada didalamnya untuk selalu mengalir. Berdasarkan fakta terseut, melakukan aktivitas olah raga dapat menjaga gerakan siklus darah dan mencegah stagnasi darah ddalam vein (pembuluh darah halus).

Sejarah Kesehatan Masyarakat Perkembangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia

Abad Ke-16 Pemerintahan Belanda mengadakan upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Sehingga berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat. Tahun 1807 Pemerintahan Jendral Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka upaya penurunan angka kematian bayi pada waktu itu, tetapi tidak berlangsung lama, karena langkanya tenaga pelatih. Tahun 1888 Berdiri pusat laboratorium kedokteran di Bandung, yang kemudian berkembang pada tahun-tahun berikutnya di Medan, Semarang, surabaya, dan Yogyakarta. Laboratorium ini menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar, gizi dan sanitasi. Tahun 1925 Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan di Purwokerto, Banyumas, karena tingginya angka kematian dan kesakitan. Tahun 1927 STOVIA (sekolah untuk pendidikan dokter pribumi) berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya UI tahun 1947 berubah menjadi FKUI. Sekolah dokter tersebut punya andil besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia Tahun 1930 Pendaftaran dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan Tahun 1935 Dilakukan program pemberantasan pes, karena terjadi epidemi, dengan penyemprotan DDT dan vaksinasi massal. Tahun 1951 Diperkenalkannya konsep Bandung (Bandung Plan) oleh Dr.Y. Leimena dan dr Patah (yang kemudian dikenal dengan Patah-Leimena), yang intinya bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. konsep ini kemudian diadopsi oleh WHO. Diyakini bahwa gagasan inilah yang kemudian dirumuskan sebagai konsep pengembangan sistem pelayanan kesehatan tingkat primer dengan membentuk unit-unit organisasi fungsional dari Dinas Kesehatan Kabupaten di tiap kecamatan yang mulai dikembangkan sejak tahun 1969/1970 dan kemudian disebutPuskesmas. Tahun 1952 Pelatihan intensif dukun bayi dilaksanakan Tahun 1956 Dr.Y.Sulianti mendirikan “Proyek Bekasi” sebagai proyek percontohan/model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat dan pusat pelatihan, sebuah model keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis. Tahun 1967 Seminar membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan masyarakat Indonesia. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem Puskesmas yang terdiri dari Puskesmas tipe A, tipe B, dan C. Tahun 1968 Rapat Kerja Kesehatan Nasional, dicetuskan bahwa Puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Depkes) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan di kotamadya/kabupaten. Tahun 1969 Sistem Puskesmas disepakati dua saja, yaitu tipe A (dikepalai dokter) dan tipe B (dikelola paramedis). Pada tahun 1969-1974 yang dikenal dengan masa Pelita 1, dimulai program kesehatan Puskesmas di sejumlah kecamatan dari sejumlah Kabupaten di tiap Propinsi. Tahun 1979 Tidak dibedakan antara Puskesmas A atau B, hanya ada satu tipe Puskesmas saja, yang dikepalai seorang dokter dengan stratifikasi puskesmas ada 3 (sangat baik, rata-rata dan standard). Selanjutnya Puskesmas dilengkapi dengan piranti manajerial yang lain, yaitu Micro Planning untuk perencanaan, dan Lokakarya Mini (LokMin) untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim. Tahun 1984 Dikembangkan program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana di Puskesmas (KIA, KB, Gizi, Penaggulangan Diare, Immunisasi) Awal tahun 1990-an Puskesmas menjelma menjadi kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga memberdayakan peran serta masyarakat, selain memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Sumber : Notoatmodjo, 2003 Categories:Sejarah Kesehatan Masyarakat